INSANITY – Broken World,
Obscure Insane Recs, 2018
Legenda metal bertenaga dan
menggerinda ini datang dari Bandung, dengan tamu-tamu musisi yang juga para
legenda. Ada Eet Sjahranie (Edane), Marcell Siahaan (bintang pop, ex-Puppen), Man
Jasad, John Paul Ivan (ex-Boomerang), Marcell Getah, Ramdhan Burgerkill, hingga
Maya Hasan sang ratu Harpa Indonesia, dan banyak lagi. Band ini sejujurnya mengejutkan
saya, tadinya saya hanya tahu dari thanks list di dalam rilisan band-band
Bandung maupun Jakarta, terutama tertera pada lipatan sampul band-band grind, death
dan black-metal lokal. Saya sempat tidak ngeh kalau ini adalah INSANITY entah
dari mana, saya kira band baru dengan personil yang agak familiar di mata. Ternyata, dorrr... ! Benarlah, ini band metal lawas Bandung yang baru merilis albumnya setelah vakum
lama dan akhirnya dirayakan launching-nya di Jakarta beberapa bulan yang lalu.
Unit Grindcore/death-thrash metal
ini terasa seperti band-band Earache awal 90an, gaya vokal growl rendah ala
Barney Greenway dan aransemen yang rapih serta groovy. Hasil rekaman yang
sangat rapih untuk band ber-genre ekstrim metal dan cepat padat. Ya, terlalu
rapih sehingga beberapa track terasa kurang sensasi di telinga. Alangkah
indahnya jika ada bebunyian noise, feedback serta solo distorsi bass atau gitar
yang ‘kotor’.
Beranggotakan Ricky Kansil, Aguy
Kank, Andry Rudal dan Ade. Bass palyer mereka, Ade, tidak ikut rekaman, karena
tertulis semua track bass diisi oleh musisi tamu/teman-teman Insanity, yaitu
Ramdhan dan Marcell Wetik. Beberapa track juga memang diisi oleh tamu-tamu
legenda tadi. Termasuk ada Mark Fields dari SIEGE (Legenda Boston hardcore/powerviolence-grindcore Amerika) yang
mengisi narasi puisi di track 5 yang juga dijadikan nama album mereka, ‘Broken
Worlds’. Track ini juga favorit saya, selain menggambarkan kesedihan, kegelapan
dan tragedi, juga suara indah harpa Maya Hasan dipadu dengan liukan John Paul
Ivan yang terkesan ‘epic’. Sungguh menjadi rilisan album grindcore paling ‘elegan’
di tahun 2018. Untuk kemasan mereka simple dan catchy, sekilas seperti kemasan
vinyl 7” dengan plastic case-nya tapi diameternya tetap kurang dari 7 inci. Artwork
mereka ambil potongan gambar-gambar perang dunia kedua, 1939. Sangat tipikal riisan
album oldschool grindcore dan crust-punk. Sayang jadwal live mereka belum
terpantau, hanya terinfo waktu ada launching party saja. Ayo cari dan undang
mereka main di acara Grindfest di kotamu!
HANDS UPON SALVATION –
Heresy, Diorama Recs/Forget The Pain/Hardcore Gateway/MMW Recs, 2018
Perjalanan panjang di medan
pertempuran itu penuh dengan halang rintang maupun kemenangan tersendiri. Tidak
banyak yang dapat bertahan dalam menghadapi halang rintang itu dan tidak mudahnya
melewati fase-fase umur dan zaman, hingga berhasil memenangkan peperangan dari
beberapa zaman yang telah terlewati. Setidaknya Hands Upon Salvation berhasil
melewati itu semua, dan tetap dalam kondisi prima dalam merayakan kobaran
api-api kemenangan tersebut di tahun ini. Album penuh ketiga dari veteran
metallic hardcore dari Yogyakarta, setelah split dengan veteran epic hardcore dari
Malang, Stolen Visions setahun lalu dan split dengan Lies! (Belanda) & Deconsecrate (Belgia)
ini datang kembali dengan harapan yang ternyata lebih dari perkiraan saya.
Kental dengan nuansa thrash metal, moshable part, H8000 edge-metal style &
melodic death ala dataran Skandinavia, more energetic beat & killer riffs! Kali ini sound-nya lebih terasa solid, berat dan ketat.
Rasanya ini rilisan H.U.S yang benar
melebihi ekspektasi saya, dapat saya katakan terbaik dari sebelumnya. Banyak
kejutan di tiap track-nya, keseimbangan gitar kiri dan kanan secara stereo pada
speaker cd player. sentuhan aransemen juga lebih beragam, disamping struktur
lagu yang juga tambah kompleks dan kemasan fisiknya juga menarik, artistik dan
bernuansa gelap. Dominasi warna senja pada kemasan cd dengan front-slipcase,
dan hijau tua pada kemasan kaset.
Ada 1 cover song dari LIAR
(Belgia) yang juga band favorit saya, dengan lagu 'Heavenshore' dengan re-aransemen
yang agak lebih singkat. Inilah penyelamat skena metallic-hardcore yang ‘puritan’
dengan tetap keras di jalurnya, tetap beringas walau sudah 2 dekade melintasi
skena hardcore lokal maupun internasional dengan berbagai riisannya di dalam
maupun luar negeri, dan menjaga khas kesakralan energi skena hardcore 90-an
dengan tetap bisa dinikmati di era milenial saat ini, dan menjadi referensi
tersendiri pada skena metal kekinian. H.U.S patut merayakan eksistensinya pada
dekade kedua ini dengan karya yang konsisten dan tetap berprogres dan
bereksplorasi dengan segala referensi 'buas'nya dan penuangan karya mereka yang
tetap membaja ini.