Jumat, 17 Agustus 2018

Review Pertengahan tahun 2018




LEFTYFISH – Hello Kittie’s Spank (Elephant Tatsumaki Recs, 2018)

Serangan kebisingan matematis ini langsung menggiurkan banyak orang ketika sudah di promosikan di media sosial sebelum hari H perilisan album oleh gitaris sekaligus pemilik label produksi pertama full album ini. Sebelumnya sekitar 2 tahun yang lalu E.P mereka, ‘You Fish!’ Dirilis oleh Hitam Kelam Recs dan dirilis versi kaset juga oleh Tarung Recs sudah mengenalkan skena lokal dengan keunikan musikalitasnya. Ya, saya juga termasuk yang kegirangan dengan berita ini dan langsung saya order album penuh ini langsung ke si empunya label itu, mas Halim Budiono. Serangan yang mendobrak batas, persilangan mathcore dengan grinding part, noise rock dan jazzy element. Sungguh kaya dan artistik yang cukup ekstrim ke telinga namun bikin nagih sambil menanti kejutan-kejutan pada track demi track berikutnya. Kental dengan pengaruh Jap-noise seperti Melt Banana, suguhan mathcore New York ala Friendly Bears dengan senjata pada alat tiup (brass section) nya dan kombinasi aransemen yang menghentakan telinga awam hingga meleleh seperti juice pisang. Artwork menarik, hingga kemasan yang sangat ‘niat’ hingga ada bonus gambar hologram Hello Kittie berdarah-nya. Album pendobrak di awal tahun 2018 dan seterusnya, sangat ditunggu terus karya berikutnya.


MOCCA – Lima (Lucky Me Music, 2018)

Pertama mendengar lagu MOCCA di album ini, sungguh ada sesuatu yang berbeda. Biasanya, track pertama langsung ‘nyangkut di kuping’ seperti semua album Mocca yang pernah saya dengar. Ini belum langsung ‘nyangkut’ lho. Sejujurnya, ada apa ya? Pendewasaan dan kebijaksanaan, penyesuaian dengan pendekatan bahasa (Indonesia) dan lebih personal. Cukup menyentuh sejak start dari lagu pertama, namun diimbangi dengan pencerahan sebuah tembang ‘Teman sejati’ yang introspektif pada kondisi kita sehari-hari dalam perjalanan hidup dengan lika-liku persahabatan. Cek music video-nya yang sinematis dan penuh pesan menarik. Nah, dengan rasa bersyukur di track ketiga langsung nyangkut di kuping, juga diberi rasa gembira di track 3 ini karena seperti biasa, ciri khas Mocca dengan kompleksitas aransemen-nya yang berjudul ‘Tanda Tanya’ dengan irama kental swing jazz dan tempo yang dinaiki hingga mendekati irama bebop sudah memikat telinga saya. Titik senja datang ketika memasuki track 6, 7 dan di track 8 yang sebenarnya merupakan titik balik dan perasaan semangat menjalani aktivitas selanjutnya, namun lantunan piano-nya membuat saya ikut merasakan sebuah perjalanan yang dihampiri oleh elegi, begitu menyentuh dan berakhir dengan pencerahan disertai senyuman rasa syukur. Ketika telah 3-4 kali putar album ini, akhirnya sudah bisa ‘nyangkut di kuping’ terus kok. Mungkin itulah yang harus kita jajaki untuk menikmati album ini. Itulah gambaran yang saya rasakan. Mocca masih meraup predikat band indie-pop dengan sentuhan jazz dan retro-pop terdepan di tanah air, bahkan Asia.


BURGERKILL – Adamantine (BKHC, 2018)

Pencerahan kembali terjadi pada BURGERKILL. Sebuah siklus pemberontakan diri ke arah yang lebih ‘terang’ pada album ke 5 ini. Tetap rumit, aransemen yang gagah dan nendang pantat. Beberapa elemen progressive metal, terutama Djent dan disonansi nada menghiasi beberapa lagu di album ‘Adamantine’ ini. Apalagi track terakhir sangat nge-rock dengan sebuah re-aransemen cover song dari tembang milik Iwan Fals, ‘Air Mata Api’. sekilas malah menjadi mirip Godbless yang sedang jamming bareng Iwan Fals dengan crowd dari penggemar A7X yang memenuhi big stage. Untuk artwork album juga lebih menarik, pencerahan pada dominasi warna yang selama ini sering dengan warna hitam, cokelat dan warna-warna senja akhirnya sekarang dihiasi warna merah dan putih, dengan fokus pada detail beruang dilengkapi cakar adamantium yang menonjol.


THE KUDA / VAGUE – Split CD (Royal Yawns, 2018)

Rilisan split yang cerah dan segar, sayangnya hanya dengan durasi yang cukup singkat. Dimulai oleh VAGUE, kali ini mereka menjadi tambah bernyanyi daripada meraung. Simple dan juga lebih dewasa. Sentuhan Punk dalam kombinasinya, crunchy riff 80-an dengan singkup yang variatif. Masih emotif, apalagi tema dan liriknya memang dari ‘hati’. THE KUDA emang tetap (tambah) gila. Mesin waktu yang menyedot kita ke era 70an akhir dengan penuh amarah dan kegamangan hati bercampur dalam teriakan serapahnya. Ditambah track terakhir yang dipadu dengan puisi tentang ‘Perang’ yang tiada akhir maupun tiada guna oleh Mufti Amenk yang kebetulan juga sebagai artworker sampul dan pengisi konten pada lembar buklet CD ini.


KEKAL – Beyond The Glimpse Of Dreams (Re-issued) (Persetan Recs, 2014)

Indonesia punya KEKAL yang aransemen black metal-nya sudah sangat terdepan di masanya. Lebih maju dari zamannya, hingga akhirnya sekarang menjadi band avantgarde-metal yang progresif pula. Inilah harta karun skena lokal sebenarnya, pertengahan 90-an di skena lokal sudah seperti ini. Ini juga sebuah album re-issued dari tahun asli keluarnya di 1998 yang wajib dimiliki kolektor, apalagi blackmetalers, walaupun temanya memang positif dan ke arah kebaikan, mendobrak nilai-nilai satanisme pada genre black metal tipikal yang sudah di hakimi oleh media karena aksi ekstrim dan anti-agamanya. Terlihat dan terasa dari judul-judul maupun lirik lagunya. Kekal juga band pionir black metal di Indonesia dengan imej yang berbeda, yaitu membawa tema nilai-nilai kristiani yang eklektik, sekilas stereotip dengan Norway black metal, tapi ada unsur eksperimentasinya yang sudah terasa untuk mengeksplorasi unsur-unsur lain di dalamnya dari referensi sang komposer. Band ini juga merupakan band dari skena lokal yang menjadi pionir/pertama melakukan rangkaian tur Eropa (sekitar awal tahun 2000an, bisa di cek tur mereka di Youtube ketika tampil di Eropa Barat & Utara) namun sayang, mereka seperti kurang diberitakan oleh media atau memang media kurang tahu mereka. Tidak dapat dipungkiri juga kalau mereka sudah lebih awal melek digital dan mengabaikan kenormalan sebuah formasi band dengan memanfaatkan teknologi pada live show-nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar