Serangan kebisingan
matematis ini langsung menggiurkan banyak orang ketika sudah di promosikan di
media sosial sebelum hari H perilisan album oleh gitaris sekaligus pemilik
label produksi pertama full album ini. Sebelumnya sekitar 2 tahun yang lalu E.P
mereka, ‘You Fish!’ Dirilis oleh Hitam Kelam Recs dan dirilis versi kaset juga
oleh Tarung Recs sudah mengenalkan skena lokal dengan keunikan musikalitasnya.
Ya, saya juga termasuk yang kegirangan dengan berita ini dan langsung saya
order album penuh ini langsung ke si empunya label itu, mas Halim Budiono.
Serangan yang mendobrak batas, persilangan mathcore
dengan grinding part, noise rock dan jazzy element. Sungguh kaya dan artistik
yang cukup ekstrim ke telinga namun bikin nagih sambil menanti kejutan-kejutan
pada track demi track berikutnya. Kental dengan pengaruh Jap-noise seperti Melt Banana, suguhan mathcore New York ala
Friendly Bears dengan senjata pada alat tiup (brass section) nya dan kombinasi
aransemen yang menghentakan telinga awam hingga meleleh seperti juice pisang. Artwork menarik, hingga
kemasan yang sangat ‘niat’ hingga ada bonus gambar hologram Hello Kittie
berdarah-nya. Album pendobrak di awal tahun 2018 dan seterusnya, sangat
ditunggu terus karya berikutnya.
MOCCA
– Lima (Lucky Me Music, 2018)
Pertama mendengar lagu
MOCCA di album ini, sungguh ada sesuatu yang berbeda. Biasanya, track pertama
langsung ‘nyangkut di kuping’ seperti semua album Mocca yang pernah saya dengar.
Ini belum langsung ‘nyangkut’ lho. Sejujurnya, ada apa ya? Pendewasaan dan
kebijaksanaan, penyesuaian dengan pendekatan bahasa (Indonesia) dan lebih
personal. Cukup menyentuh sejak start dari lagu pertama, namun diimbangi dengan
pencerahan sebuah tembang ‘Teman sejati’ yang introspektif pada kondisi kita
sehari-hari dalam perjalanan hidup dengan lika-liku persahabatan. Cek music video-nya yang sinematis dan penuh
pesan menarik. Nah, dengan rasa bersyukur di track ketiga langsung nyangkut di
kuping, juga diberi rasa gembira di track
3 ini karena seperti biasa, ciri khas Mocca dengan kompleksitas aransemen-nya yang
berjudul ‘Tanda Tanya’ dengan irama kental swing
jazz dan tempo yang dinaiki hingga mendekati irama bebop sudah memikat telinga saya. Titik senja datang ketika
memasuki track 6, 7 dan di track 8 yang sebenarnya merupakan titik
balik dan perasaan semangat menjalani aktivitas selanjutnya, namun lantunan
piano-nya membuat saya ikut merasakan sebuah perjalanan yang dihampiri oleh
elegi, begitu menyentuh dan berakhir dengan pencerahan disertai senyuman rasa
syukur. Ketika telah 3-4 kali putar album ini, akhirnya sudah bisa ‘nyangkut di
kuping’ terus kok. Mungkin itulah yang harus kita jajaki untuk menikmati album
ini. Itulah gambaran yang saya rasakan. Mocca masih meraup predikat band indie-pop
dengan sentuhan jazz dan retro-pop terdepan di tanah air, bahkan Asia.
BURGERKILL
– Adamantine (BKHC, 2018)
Pencerahan kembali
terjadi pada BURGERKILL. Sebuah siklus pemberontakan diri ke arah yang lebih ‘terang’
pada album ke 5 ini. Tetap rumit, aransemen yang gagah dan nendang pantat.
Beberapa elemen progressive metal,
terutama Djent dan disonansi nada
menghiasi beberapa lagu di album ‘Adamantine’ ini. Apalagi track terakhir
sangat nge-rock dengan sebuah re-aransemen cover
song dari tembang milik Iwan Fals, ‘Air Mata Api’. sekilas malah menjadi
mirip Godbless yang sedang jamming bareng
Iwan Fals dengan crowd dari penggemar A7X yang memenuhi big stage. Untuk
artwork album juga lebih menarik, pencerahan pada dominasi warna yang selama
ini sering dengan warna hitam, cokelat dan warna-warna senja akhirnya sekarang
dihiasi warna merah dan putih, dengan fokus pada detail beruang dilengkapi
cakar adamantium yang menonjol.
THE
KUDA / VAGUE – Split CD (Royal Yawns, 2018)
Rilisan split yang
cerah dan segar, sayangnya hanya dengan durasi yang cukup singkat. Dimulai oleh
VAGUE, kali ini mereka menjadi tambah bernyanyi daripada meraung. Simple dan
juga lebih dewasa. Sentuhan Punk dalam kombinasinya, crunchy riff 80-an dengan singkup yang variatif. Masih emotif,
apalagi tema dan liriknya memang dari ‘hati’. THE KUDA emang tetap (tambah) gila.
Mesin waktu yang menyedot kita ke era 70an akhir dengan penuh amarah dan
kegamangan hati bercampur dalam teriakan serapahnya. Ditambah track terakhir yang dipadu dengan puisi
tentang ‘Perang’ yang tiada akhir maupun tiada guna oleh Mufti Amenk yang
kebetulan juga sebagai artworker
sampul dan pengisi konten pada lembar buklet CD ini.
KEKAL
– Beyond The Glimpse Of Dreams (Re-issued) (Persetan Recs, 2014)
Indonesia punya KEKAL
yang aransemen black metal-nya sudah sangat
terdepan di masanya. Lebih maju dari zamannya, hingga akhirnya sekarang menjadi
band avantgarde-metal yang progresif pula. Inilah harta karun skena lokal
sebenarnya, pertengahan 90-an di skena lokal sudah seperti ini. Ini juga sebuah
album re-issued dari tahun asli keluarnya di 1998 yang wajib dimiliki kolektor, apalagi blackmetalers, walaupun
temanya memang positif dan ke arah kebaikan, mendobrak nilai-nilai satanisme
pada genre black metal tipikal yang sudah di hakimi oleh media karena aksi
ekstrim dan anti-agamanya. Terlihat dan terasa dari judul-judul maupun lirik
lagunya. Kekal juga band pionir black metal di Indonesia dengan imej yang
berbeda, yaitu membawa tema nilai-nilai kristiani yang eklektik, sekilas
stereotip dengan Norway black metal, tapi ada unsur eksperimentasinya yang
sudah terasa untuk mengeksplorasi unsur-unsur lain di dalamnya dari referensi
sang komposer. Band ini juga merupakan band dari skena lokal yang menjadi
pionir/pertama melakukan rangkaian tur Eropa (sekitar awal tahun 2000an, bisa
di cek tur mereka di Youtube ketika tampil di Eropa Barat & Utara) namun
sayang, mereka seperti kurang diberitakan oleh media atau memang media kurang
tahu mereka. Tidak dapat dipungkiri juga kalau mereka sudah lebih awal melek
digital dan mengabaikan kenormalan sebuah formasi band dengan memanfaatkan
teknologi pada live show-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar